Payung Teduh Meneduhkan D’Orange

Ini adalah kali ke-2 saya menyaksikan Payung Teduh, 2 Kali Payung Teduh menyambangi Kalimantan Timur, 2 Kali pula saya menyaksikannya. Kali pertama November 2014 silam ketika Balikpapan Fair di helat [Kalau Saya tidak betul] dan kedua adalah Unniversary ke-3 D’Orange Coffé Samarinda.

Pukul 20.00 Wita belum tepat, Halaman markas baru D’Orange Coffé di kawasan M. Yamin sudah dipenuhi kawula muda-mudi samarinda [Rajin wal]. Ada rasa sedikit menyesal terlambat booking ticket sehingga tidak dapat menyaksikan via seat Premium yang berada di depan stage . Tak apalah, rezeki memang membawa saya dari seat silver B.




“Malam Sunah Bareng Payung Teduh”, begitu tema Universary ke-3 D’Orange Coffé kali ini. Tepat memang jika Payung Teduh yang di hadirkan. This’is the fists coming at Samarinda. Riuh membahana ketika 4 punggawa payung teduh hadir di atas panggung. Tak lama, Is langsung menggeber reportoar-reportoar yang menghanyutkan.

Mungkin tak sampai 1000 oang yang hadir malam itu, karena memang exclusive dan limited. Namun, banyaknya nominal bukan menjadi indikator, mengingat tak ada bangku yang lengang. Semua shaf terisi, rapat dan lurus. Semua hanyut dalam tembang-tembang teduh.

Ada beberapa perubahan reportoar pada penampilan Payung Teduh Malam ini, ada sedikit perbedaan dengan list yang dibawakan Payung Teduh ketika pertama kali saya larut dalam shaf jamaah di perhelatan Balikpapan Fair November silam. Selain urutan lagu yang agak berubah, pada malam ini  sebuah lagu sufi [Menurut saya] ber tittle “Di ujung malam” turut dilantunkan, lagu yang memiliki makna dalam, sedalam lautan suara-suara nafas yang di ambil para penikmat payung teduh ketika mengikuti is bersenandung.

“Cerita tentang gunung dan laut”, Saya sudah beranjak dari tempat duduk. Mengira bahwa ini adalah last song setelah sebelumnya ada jeda pemberian bingkisan dalam rangka ulang tahun ke-3 D’Orange Coffé. Saya salah!

“masih 2 lagu lagi” begitu info dari crew Payung Teduh di sisi panggung. 

Pantas saja Is tak mengurai rambutnya sebelum chord lagu ini di petik, tak seperti biasanya. Saya sudah berpindah posisi kali ini, bersama 2 orang crew payung teduh di sisi panggung. Harusnya dari awal saja saya mengambil posisi ini, sehingga dapat dengan jelas menyaksikan lord ivan duduk dengan santai di kursinya.

Ivan bersiap dengan saxophone nya, Intro siulan dari Is semacam menjadi kode, yang kemudian disempurnakan oleh intro suara saxophone ivan membuka “menuju senja”. Tanpa di komando, seluruh jamaah yang di imami Is malam itu melakukan sing along bersama.

“Harum mawaar di tamaan”

Beberapa orang berkomentar bahwa reportoar perform malam tadi anti-klimaks karena di tutup dengan “Tidurlah”. 

Saya rasa tidak, Menyaksikan Payung Teduh tidaklah sama dengan band atau artis dengan musik berdistorsi dan menghentak, Semakin akhir smakin keras. Jika anda menyaksikan Payung Teduh saya kira klimaks adalah sebaliknya. Semakin akhir akan semakin larut dan teduh. Dan pada penampilan di D’orange hal tersebut terbukti, pasca menderu biru melalui “Menuju senja”, Para hadirin melanjutkannya pada epilog song “Tidurlah”.

Bagai di nyanyikan “Nina bobo” seluruh shaf seperti di sergap kantuk, masuk dalam alam teduh, meneduhkan dan menghanyutkan. Rasanya tak ingin bangun lagi jika menikmati teduhnya.


Thanks for D’Orange Coffé, mendatangkan Payung Teduh, Selamat Ulang Tahun yang ke-3. Semoga lekas ke-4 heheh…Semoga Payung Teduh lekas merilis album baru, lekas ke Samarinda lagi.

Amin?

"Sunyi ini merdu seketika"


Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

2 comments :

  1. Ulasan yg jempol... Dari yogya ngeces dulu deh..

    ReplyDelete
  2. ^_^ Payung teduh pasti segera ke Jogja mbak sri, yakin deh [dan berdoa yang rajin] hehe...

    ReplyDelete