Sore tadi sepulang ngopi gue (ciee…loe gue tong bahasanya, gak papa deh sekali-sekali) bareng ma temen gue, numpang kendaraan yang dia pake, soalnya mai piranti (si sepeda kebo) lagi istirahat. Oya..kenalin temen gue namanya Nyonk (tepuk tangan dong buat Nyonk). Dia cerita soal berita yang dia lihat semalem, selengkapnya beginilah ceritanya :
(toret…toret…tetet….)

Nyonk ngelihat berita yang menarasikan sebuah realita tentang segelintir oknum nggak bertanggung jawab, (terus terang gue berat banget mo nulisin oknum tersebut, tapi gak papa dah, ini bukan untuk men judge oknum tersebut kok, hanya gelintiran orang yang katanya dari oknum tersebut).
Diceritakan bahwa ada segelintir orang atau sebut saja individu (ribet banget ya redaksinya) yang berbarengan dengan pasukan BONEK (buat yang lom tau apa itu Bonek, itu singkatan dari “Bondo Nekat” sebutan bagi pecinta persebaya Surabaya) menyabet sebuah ponsel milik seorang anak yang sedang memotret dengan ponsel tersebut di sebuah stasiun di daerah jawa tengah (critanya kereta ini dari Bandung). Anak tersebut menangis meraung-raung karna ponselnya raib dari genggamannya. Kerumunan yang ada sontak kaget (say : aaa…!!) melihat anak tersebut, setelah tau apa yang terjadi mereka memaki-maki segelintir orang tersebut. Namun, apa daya? Kereta tetap berjalan sesuai trayeknya, Ponselpun ikut serta mengikuti si pencuri tadi berlalu dengna keretanya.

Nah, dari cerita itu & tersebut (halah) lantas dalam bayangan gue ada 2 pihak yang boleh dibilang dirugikan :

1.Si anak yang kehilangan ponsel
2.Bonek dan persebaya (jadi 3 dong wkwkkwkw…)

Sementara kita tinggalkan saja anak kecil tersebut, mungkin dia sekarang sudah tidak menagis lagi. Mari kita tengok kepada pihak ke-2, disitu gue menulis Bonek & Persebaya. Padahal di cerita yang disebutkan adalah “segelintir oknum” alias individu. Ada sebuah pepatah Oldschool mengatakan “ kagak makan nangka tapi kena getahnya”. Nggak ikut nyabet ponsel tapi kena makiannya.
Jelas dan pasti orang-orang sekitar pasti bakal memuntahkan makiannya kepada kelompok, oknum atau apalagi lah sinonimnya. Secara, (cie…secara) nggak bakal mungkin dia bakal memaki-maki individu tersebut. Jangan kan tau namanya, ngeliat wajah malingnya aja kagak. Gak cuma orang sekitar, media yang meliput pun pastinya bakal meredaksikan begini :

“pemirsa (pe..epe..mi..imir…sa…asa..pemirsa), terjadi tindak kejahatan yang dilakukan oleh segelintir oknum dari….”

Dan pastinya yang denger dan nonton bakalan men Judge “Noda kotor” tersebut kepada Oknum dan kelompok terkait, jika memang Individu atau segelintir orang tersebut memang salah satu dari mereka itu masih bisa dibilang wajar, namun jika individu tersebut bukan salah satu dari mereka? Apa bukan oknum bersangkutan yang wajahnya tercoreng “Noda kotor” tersebut?

Dalam hidup seorang individu memang tidak bisa terlepas dari namanya komunitas, oknum atau kelompok. Itu sudah paten, karna manusia memang makhluk social (zoon politicon kalo kata Pak Hari, Guru PPKN gue waktu sekolah dulu). Mahluk yang selalu butuh orang lain, butuh sesuatu (wadah) untuk berinteraksi, berkomunikasi bertukar pikiran dan saling memberikan manfaat.
Jadi saya menghimbau diri saya sendiri (kalo kalian mau dihimbau juga gak papa) jadilah manusia yang bisa merasa. Menempatkan posisi dan melihat situasi kondisi. Dimana saya berada?pantaskah jika saya melakukan sesuatu seperti itu?siapa saja kelak yang dirugikan jika memang saya melakukan itu?

Udah dulu ya mbicarain segelintir orang tadi, capek neh nulis dari tadi, sekarang waktunya nggelintir tembakau wakakakka....

“Khairannasi Anfa’uhum Linnas”
(Sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi manusia yang lainnya)



SALAM JEMOL KECEPIT
(My Black Room 2 Juli 2009 21.50 WIB)
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :

Post a Comment